Cerpen : RENCANA LAIN | Munkhayati

 

"RENCANA LAIN"

Oleh: Munkhayati

 

Tidak seperti biasanya, hari ini aku berangkat sekolah lebih awal.  Dari kemarin sudah terbayangkan, duduk bersanding dengan pasanganku nomer urut 2 sebagai calon ketua dan wakil ketua OSIS SMP Tunas Negara periode tahun 2022-2023.  Ada tiga pasangan calon (paslon) yang berlaga di arena Pilketos saat itu demikian istilah untuk kegiatan pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS, yang terdiri dari empat perempuan dan tiga laki-laki.  Semua kandidat berasal dari paralel kelas yang sama yaitu kelas VIII karena itu yang dipersyaratkan oleh panitia.

            Dari kemarin ibuku sudah menyewakan setelan jas hitam celana hitam lengkap dengan dasi dan sepatu, di tempat rias pengantin sebelah rumah.  Agak sedikit kedodoran sih tapi tak mengapa, sedangkan sepatunya cukup aku ganjal dengan kaos kaki jadi lumayanlah dipakai, toh juga di Pilketos tidak banyak aktifitas berjalan, bukankah aku yang dipajang di depan seperti barang dagangan berjejer dengan barang lain untuk dilihat-lihat kemudian dipilih oleh teman-teman. 

            Sesampai di pintu gerbang sekolah sambil turun dari sepeda federal, aku lirik jam tanganku hemm… baru pukul 06.30 WIB masih  cukup waktu untuk kembali mempersiapkan diri termasuk merapikan penampilan.  Aku nggak mau dong nampak kucel calon ketua OSIS lo, pikirku.

“Assalamualaikum mas Ammar, sehat hari ini?” demikian sapaan  dari guru piket sekolah kami setiap pagi sejak masa pandemi covid-19 melanda.

“Waalaikumsalam, iya Alhamdulillah sehat bu”

“Sudah siap hari ini ya, Pilketos semoga bisa terpilih oleh teman-teman menjadi Ketua OSIS”

“Ya bu semoga terimakasih doanya nggih.”

Kutuntun sepeda menuju parkiran, sengaja kuletakkan agak  ke dalam toh pulangnya mesti terakhiran.

            Kulangkahkan kaki masuk ke kelas, beberapa teman yang jadwal piket sedang melaksanakan tugasnya, ada yang menyapu, membersihkan kaca, menulis jadwal di buku kemajuan kelas tetapi ada juga yang belum datang.  Kelasku memang dikenal sebagai kelas yang warganya rajin, karena cowok atau cewek melaksanakan tugas piket semua, ini juga berkat bimbingan walikelas yang super disiplin yaitu pak Budi.

            Setelah berganti pakaian jas yang kubawa, menyisir rambut, merapikan sepatu, di depan cermin sengaja nebeng di perpustakaan aku tersenyum , …ganteng juga…cocok ketua OSIS, pujiku pada diri sendiri. Berikutnya segera  bergegas menuju gelanggang lokasi pengambilan suara Pilketos, bergabung dengan kawan-kawan panitia aku membantu mengatur letak kursi pemilih, tetapi oleh Adi kakak kelas yang menjadi koordinator kegiatan tidak diijinkan. Kemudian kak Adi memberikan pengumuman lewat pengeras suara,

“Diinformasikan, kepada semua kandidat ketua diminta untuk segera menempatkan diri di kursi yang ada di panggung bersama dengan wakilnya karena kegiatan Pemilihan Ketua dan Wakil ketua OSIS akan segera dimulai.”

Demi mendengar pengumuman itu, bersegeralah aku.

“Fa….Rafa cepetan dikit dong ke gelanggang sudah hampir mulai nih,” seruku pada Rafa, cewek calon wakilku yang kelihatan masih mondar-mandir di teras kelas yang kebetulan letak kelasnya berdekatan  jadi aktifitas di kelasnya terlihat jelas dari gelanggang primadona sekolahku ini.

“Iya dikit lagi, nanggung lagi nyari jajan ada yang kurang,” sahutnya sambil menenteng sekresek jajan.  Rafa adalah siswi kelas VIIIC kemampuan otaknya lumayan tokcer di kelas peringkat 1, tubuhnya juga lumayan subur seneng banget dengan ngemil.  Sebenarnya Rafa kurang pede saat mengikuti seleksi untuk kandidat Pilketos karena badannya yang subur sehingga sering dibully teman-teman….tetapi entah mendapat power darimana dia nekad.  Saat hasil seleksi diumumkan oleh panitia dilanjutkan dengan pengundian pasangan calon ternyata aku harus berpaslon dengan dia.  Rafa berwajah oval, kulit agak hitam tapi manis hanya badannya yang bulat, kadang ceplas ceplos, gampang banget ngambek tapi juga cepet baikan lagi.  Seperti kemarin saat menyusun visi misi paslon hingga detik ini aku sebenarnya masih sebel  karena dia ngotot pendapatnya harus dipakai padahal jelas panitia menyarankan agar visi misi paslon isinya murni pendapat calon ketua dan wakil bukan salah satu saja.  Huhh….belum-belum sudah begitu besok kalau terpilih sungguhan bisa-bisa aku yang jadi ketua OSIS tapi Rafa yang ngomando…byehh…panas hatiku jika mengingat hal itu.  Namun setelah kupahami dan kupikir-pikir visi misi usulan dari Rafa oke juga, mungkin aku saja yang kurang terbuka wawasannya waktu itu.

“Hei…ngalamun nih ku dah dateng,”

“Ya,” jawabku tanpa melihatnya.

Para paslon sudah duduk di kursi  panggung yang sudah disediakan menghadap ke timur berderet dari selatan ada paslon nomer 1, Deo berpaslon dengan Adinda, kemudian nomer 2 aku dengan Rafa dan paling utara paslon nomer 3 Niina didampingi Agil.  Semua kandidat cowok mengenakan setelan jas hitam sedangkan yang cewek berpakaian adat nyamping modern.  Kalau boleh jujur saat itu kandidat cewek bewajah paling kece ya Rafa cuma…. ya ampun nilai plus di wajah ketutup tuh body yang bulat amat mana masih ditambah bolak-balik makan, snack dari panitia sudah habis jatahku tadi juga dicicipi separo.  Aku makin merengut, harapanku biarlah tidak kebagian snack asal terpilih menjadi ketua OSIS…ikhlas deh!

            Pemilihan segera dimulai, teman panitia menjelaskan alur teknis pemilihan pada gelombang  pertama 3 kelas dari kelas IX.  Siswa kelas IX  banyak yang sudah mengenal masing-masing kandidat paslon, mereka antusias dan sesekali melempar senyum  ke panggung sambil mengucapkan harapan semoga paslon yang dipilihnya dapat terpilih menjadi Ketos.  Satu persatu pemilih dipanggil sambil menyerahkan nomer antrian ke panitia ditukar dengan kartu suara yang kemudian dibawa ke bilik pengambilan suara.  Ada 3 bilik yang digunakan, dengan meminjam meja perpustakaan yang bertutup kayu sisi kiri kanan.  Setelah memberikan suara dengan dicontreng di nomer urut atau gambar paslon pilihan, mereka melipatnya dan keluar bilik untuk memasukkan surat suara di kotak suara yang terbuat dari kardus.  Sebelum keluar sebagai tanda jika sudah memberikan suaranya, ujung jari dicelupkan ke tinta, baru setelah itu diijinkan masuk kembali ke kelas.

“Nomer 1 paslonku oke…!”

“Hidup pilihanku nomer 2!”

“Nomer 3 dong yang menang,” sahut siswa lain sebelum meninggalkan gelanggang.

            Gelombang pemilih dari kelas IX sudah selesai berikutnya dilanjutkan pemilih kelas VIII, adapun kelas VII memang sengaja di gelombang terakhir karena ada kegiatan liputan yang harus dilakukan berkaitan dengan tugas mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia.  Teman-teman kelas VIII semangat sekali dalam memberikan hak suaranya.  Beberapa teman ada yang meminta waktu untuk berfotoria dengan paslon terutama yang berasal dari kelasnya atau yang diidolakan.  Tiba-tiba punggung dan kakiku terasa sudah pegal lelah, kucoba ngobrol dengan Deo, Niina dan semuanya, untuk mengalihkan rasa itu.  Akhirnya tepat jam 11.30 WIB pemungutan suara sudah selesai, tinggal penghitungan tetapi dilaksanakan setelah sholat dhuhur.  Aku agak lega karena bisa istirahat dan membeli jajan sebentar.  Situasi seperti ini sudah tidak resmi sehingga paslon bebas tidak harus duduk di kursi panggung.  Yey…aku gembira kembali ke kelas, tapi dalam hatiku agak kuatir juga sebentar lagi penghitungan suara, menjadi ketua OSIS sudah lama aku inginkan.  Visi misi kemarin yang kusampaikan saat kampanye kurang memuaskan tetapi bisa disempurnakan Rafa meskipun seolah-olah itu kalimatnya dia semua.  Tadi sewaktu duduk di kursi panggung aku lebih banyak diam karena memang masih agak sebel dan alasan lain, dalam hati berdoa terus agar terpilih di ajang Pilketos ini.

            Setelah sholat dhuhur dan makan bekal yang disiapkan ibu dari rumah, untuk menghibur diri aku mencoba membuka HP  yang dari tadi di tas, baca-baca pesan whatshapp tidak ada yang menarik.  Penghitungan surat suara sudah dimulai panitia dari pukul 12.30 WIB, aku gundah akan hasilnya untuk membuang rasa itu kudengarkan musik saja dari HP sambil mencuri dengar teman-teman ramai membahas hasil penghitungan yang masih berlangsung.  Aku sendiri belum berani menyaksikan sendiri ke gelanggang.

“Deo Adinda kayaknya unggul deh…” celetuk Daffa

“Aku sih yakin aja dengan paslon dari kelas kita yang menang, kelihatan banget tuh perolehan suara kejar-kejaran terus paslon 2 dengan 1,” Ovi menimpali

Aku tersenyum mendengar hasil penghitungan yang belum selesai itu, dalam hati kemungkinan besar paslonku nomer 2 yang lolos.

Aku ke gelanggang karena dipanggil Rafa, semua paslon untuk menyaksikan berakhirnya penghitungan suara.  Dan berdasarkan rekap suara terakhir Pilketos memberikan hasil, terpilih adalah paslon 1 Deo Adinda sebagai Ketua dan wakil ketua OSIS periode tahun 2022-2023.  Aku seakan tidak percaya karena selisih suara hanya 2, paslon 1 sebanyak 232 sedangkan paslonku 230.  Rafa menyalamiku dan mengucapkan maaf karena tidak bisa memenangkan Pilketos.  Aku jawab terimakasih dan tidak apa-apa.  Kami dan paslon lain saling bersalaman dan mengucapkan selamat kepada paslon terpilih, Deo Adinda.  Sebelum usai jam sekolah aku masih berlapang dada dan tertawa bersama panitia membantu beres-beres peralatan yang tadi untuk kegiatan.

            Bel berakhirnya pembelajaran selesai, seluruh siswa pulang kecuali panitia Pilketos yang terlihat masih membersihkan gelanggang.  Setelah melipat jas hitam dan memasukannya ke tas, aku buru-buru pulang ingin segera menenangkan diri.  Sepanjang perjalanan pulang aku tidak habis pikir dengan impianku yang gagal menjadi Ketos. 

            Sesampai di rumah aku langsung mengunci diri dan tertidur di kamar, hingga lupa makan.  Hampir pukul setengah 4 sore aku tidur, terbangun oleh ketukan kamar dan suara ibu.

“Ammar sudah sore nak, kok belum bangun.”

”Iya bu,” sambil kubukakan pintu dan mengucek mata, kemudian aku duduk di tempat tidur.

“Bagaimana tadi Pilketosnya, apakah kamu terpilih?”

Aku menunduk, teringat usaha dan rencanaku jika menjadi Ketos yang ternyata kandas, Mataku terasa panas sekali dadaku sakit, kupeluk ibu dan kutumpahkan semuanya.  Ibu sambil membelaiku,

“Tidak usah sedih mungkin belum rejekimu nak, dipercaya mengemban amanah menjadi Ketua OSIS.  Dalam sebuah pertandingan mesti ada yang menang dan kalah, tidak mungkin menang semuanya dan tidak mungkin kalah semuanya.”

“Menjadi ketua OSIS harus siap dengan banyak kegiatan, di samping kepentingannya pribadi harus belajar, mengerjakan tugas, kegiatan ekstra dll,” imbuhnya lagi.

Sedikit demi sedikit aku terhibur dengan kata-kata ibu.

“Iya bu terimakasih, doakan agar aku sabar dan bisa sukses ya.” Pintaku.

“Tentu dong, doa ibu selalu menyertai tiap langkah anak-anaknya.  Eh..sudah sore ayo cepet mandi, sholat, ngaji tapi makan dulu ya,” pesannya.

“Oke…” kujawab terus menuju kamar mandi.

Jarum jam menunjukkan pukul 16.00 WIB kulangkahkan kaki menuju mushola untuk mengaji, jaraknya cukup dekat hanya selisih lima rumah ke arah barat.

            Pulang mengaji persis menjelang maghrib sempat kutengok HP, ada notifikasi whatshapp dari Rafa, kubiarkan saja tanpa dibuka apalagi chat balasan.  Menjadi kandidat saat Pilketos cukup menyita waktu dan pengorbanan, aku beberapa kali tidak ikut pembelajaran di kelas dari seleksi penyisihan, penentuan paslon, penyusunan visi misi, kampanye de el el. 

Saat malam menjelang tidur kubaca chat whatshapp dari Rafa,

“Aku juga sangat sedih karena cita-citamu menjadi Ketos gagal, aku harap kamu mau memaafkan,  ini juga salahku, sekali lagi aku minta maaf ya.”

“ Kecewa sih sangat  tapi ya…gimana  lagi wong hasilnya begitu,’’ balasku kemudian HP aku off, malas kalau Rafa chat kembali, aku sedang pengin menyendiri.

 Hari minggu ini kuputuskan untuk di rumah saja, biasanya rajin bersepeda bareng teman dan tetangga rumah.  Tidak tahu ya malas pergi-pergi mungkin masih terbawa hawa buruk gagal Pilketos, nonton TV atau nge-game sajalah.  Sebenarnya banyak sih yang harus dikerjakan seperti melengkapi catatan atau tugas guru, tapi…ah besok sajalah toh ujian masih lama pikirku.  Tiba-tiba ada chat dari Rafa,

“Aku merasa bersalah Mar, dengan kegagalan Pilketos kemarin.’’

Aku acuhkan saja chatnya, meski ada 3 kali notifikasi.

Hari berikutnya datang chat yang sama dari orang yang sama, hari berikutnya…berikutnya juga begitu  hingga seminggu, karena di sekolah aku juga selalu menghindar jika Rafa ingin bertemu.

Minggu sore sepulang mengaji kubaca pesan dari Rafa, biasanya aku cuek tapi kali ini ingin membalasnya, mungkin efek sakral dari mengaji tadi jadi berbaik hati menanggapi orang.

“Aku juga sedih dengan kegagalan kemarin, tapi sedih lagi chatku tidak pernah kamu respon.  Apakah kegagalan menjadi penyebab  bermusuhan?” tulisnya.

 “Ngga usah dibahas  lagi ahh… bosen! Aku masih malas catatan dan tugasku banyak yang ketinggalan,” jawabku dan chat tidak lupa kuberi emoji pusing dobel bel.

“Kalau diijinkan, aku siap membantu untuk mengurangi rasa bersalahku,” jawab Rafa.

“Bener ya, aku setuju banget kalo yang ini, sampai jumpa besok,” jawabku dengan hati penuh harap agar bisa segera mengejar ketertinggalan materi dan tugas.

Rafa membalas dengan emoji jempol 3, aku tersenyum.      

            Hari-hari berikutnya aku disibukkan dengan melengkapi catatan dan tugas yang ketinggalan dengan dibantu Rafa.  Ketika hampir lupa atau malas mesti dinasehati macam-macam, kayak nenek-nenek menasehati cucunya.  Dia terkenal jagoan dalam beberapa mata pelajaran tak heran jika sering mengikuti lomba atau olimpiade seperti matematika dan Bahasa Inggris.  Tahu sendiri kan aku dengan matematika seperti apa alerginya, perutku sakit dulu sebelum pelajaran mulai, jadi tidak heran jika perolehan nilainya hanya sedikit di atas ketuntasan, lumayanlah.  Di sekolah jika jam istirahat, Rafa sering bertandang ke kelasku sambil menyapa dan membawa jajan untuk dimakan bareng, kebetulan ada temannya cewek yang akrab karena berasal dari satu SD dulu, Avi namanya.  Dari temanku inilah Rafa tahu tugas-tugas yang keteteran belum sempat kuselesaikan dan selalu berusaha untuk membantu.   

            Sedikit demi sedikit semangat belajarku bangkit lagi, kalau kemarin Rafa yang selalu memotivasi agar materi dan tugas segera selesai justru sekarang akulah yang ingin buru-buru menyelesaikannya pikirku seandainya tidak bisa kan ada tutor yang siap membantu, seperti les privat gitu lo.  Biasanya kalau tidak sempat diskusi pelajaran bareng Rafa dan Avi di sekolah, aku terus tanya lewat telpon.   Karena serius belajar ternyata ada peningkatan pada nilai-nilaiku.  Beberapa hari yang lalu, aku sempat kaget bercampur gembira seakan tidak percaya karena seumur-umur baru pertama kalinya nilai ulangan matematika mendapat seratus koma nol. 

“Makasih banyak ya Raf bantuannya, berkat motivasimu aku sekarang tidak lagi alergi dengan matematika, bahkan ulangan kemarin mendapat nilai sempurna,”tulisku di WA untuknya.

“Iya sama-sama, alergi ngga harus ke apotik kan,”sindirnya.

“Yalah….ternyata asik juga belajar dengan angka.”

“Cie…cie….dah malam aku mau nemuin bantal dan kasur ya…ngantuk nih”

            Dua minggu sudah berlalu dari masa Penilaian Akhir Semester , tapi aku masih membahas soal-soal PAS kemarin dengan Rafa kadang juga bareng Avi di sela-sela kegiatan classmeeting.  Tibalah pada waktu penerimaan hasil belajar siswa di semester ganjil, rapot belajarku diambil oleh ibu.  Sesampai di rumah ibu menyalamiku dan tersenyum,

“Ternyata anak ibu prestasinya hebat, makasih nak,”sanjung beliau.

“Maksudnya?”tukasku.

 Ibu menyodorkan rapot hasil belajar, kuamati satu persatu nilai yang tertera disana.  Aku tersenyum.

“Makasih juga ibu atas motivasi dan doanya,”jawabku.

“Sama-sama nak, semoga tercapai cita-citamu.”

“Aamiin….”

            Libur semester ganjil telah berlalu, hari ini adalah hari pertama masuk di semester genap dan ada upacara bendera.   Aku sengaja berangkat awal pengin sekali masuk sekolah karena seminggu libur rasanya ngga betah, ngga ketemu teman-teman dan tentu saja Rafa.  Upacara bendera berlangsung khidmat tidak seperti biasanya sebelum liburan, mungkin anak-anak juga kangen dengan upacara jadi setiap urutan jalannya kegiatan dinikmati dan diresapi, untung tidak banyak anak yang pingsan. Protokol upacara menyampaikan jika upacara selesai dilanjutkan dengan pengumuman peringkat hasil belajar semester ganjil dan pemberian hadiah dari sekolah.  Anak-anak bertepuk tangan riuh ketika dibacakan nama-nama siswa yang menduduki peringkat 3 besar parallel.  Ketika dibacakan peringkat hasil belajar kelas VIII, aku pasang telinga serius. 

“Peringkat ke-3 untuk kelas VIII diraih oleh Ahmad Ainnur dari kelas VIIIA, silahkan maju ke depan,”suara protokol upacara melalui pengeras.

“Berikutnya untuk peringkat 2 kali ini diraih oleh… Muammar Khafi dari kelas VIIIG, silahkan untuk maju ke depan.”

 Aku tersentak sangat tidak percaya, ya Alloh….. beneran nih!  Teman-teman sekelasku bersorak sorai dan mendorongku untuk maju ke tengah lapangan berjejer dengan peringkat 3.

“Dan yang peringkat pertama hasil belajar kelas VIII adalah….Rafa Nuraina dari kelas VIIIC dipersilahkan maju,”pinta protokol upacara.

Dari awal upacara aku tidak melihat Rafa, sekarang baru muncul berlari kecil ke lapangan  berdiri tepat di sebelah kiriku.  Aku teringat betul pernah berdiri seperti ini bersanding pasangan  saat pilketos yang menyakitkan. Sekarang aku berpasangan lagi dengan dia sebagai pemenangnya….ya pemenang peringkat  paralel 1 dan 2 hasil belajar semester ganjil kelas VIII tahun ini.  Ternyata paslonku juga bisa menang, aku tersenyum bahagia.  Ternyata Tuhan mempunyai rencana lain yang lebih baik.

“Ngapain senyum-senyum....Selamat ya Mar atas peringkatnya,”suara Rafa mengagetkan lamunanku.

“Eh ya..ya kamu juga selamat,”jawabku tergagap karena kaget.

Kebumen, akhir 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen : MENDUNG MASIH BERGELAYUT | Munkhayati

Cerpen : SECARIK KERTAS DENGAN SELARIK KALIMAT | Munkhayati

Cerpen : LELAKI BERMATA TEDUH | Munkhayati