Cerpen : SECARIK KERTAS DENGAN SELARIK KALIMAT | Munkhayati
Oleh:
Munkhayati
Di
sekolah kami, siapa sih yang tidak kenal dengan pak Fendi, seorang guru Matematika
yang selalu saja ingin tahu urusan murid, nyinyir banget, padahal dia tuh bukan
Kesiswaan ataupun Guru Bimbingan Konseling lo. Informasi yang kami dapatkan, Guru
Bimbingan Konseling sih merasa sangat terbantu dengan keaktifan Pak Fendi yang
tiap hari kasak kusuk cari informasi tentang masalah murid. Penampilan bapak guru yang satu ini,
sederhana, wajah biasa yah standarlah nilai kalau pakai angka 75, badannya yang
tinggi agak ceking, kulit coklat dengan rambut belahan samping yang selalu
rapi, sering mengingatkan tentang aturan sekolah, sehingga ada sebagian teman yang
menyimpulkan Pak Fendi cita-citanya dulu ingin menjadi Guru Bimbingan
Konseling, tetapi gagal. Sisi baik pak Fendi yaitu sangat perhatian pada
muridnya, yang tidak masuk sekolah dicari tahu alasannya, yang sakit disarankan
ke UKS atau diberikan obat, yang tidak mengerjakan tugas diminta menyelesaikan
di perpustakaan, yang lupa dengan aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan
selalu diingatkan. Pak Fendi di kalangan murid cowok dikenal sebagai “Barber of
the school” karena sering diminta tolong untuk merapikan rambut murid yang awut-awutan
baik panjang maupun modelnya. Jika sudah
diingatkan beberapa kali tapi belum juga dirapikan rambutnya dengan berbagai alasan,
seperti lupa dan tidak punya uang, kadang ada juga yang atas inisiatif sendiri
minta potong rambut ke Pak Fendi.
Biasanya
awal masuk sekolah seusai libur
semesteran, Pak Fendy kebanjiran konsumen. Bagaimana tidak, pada masa liburan banyak murid
yang berpenampilan aneh terutama cowok
lupa atau sengaja membiarkan rambutnya
panjang bahkan dicat dengan warna yang sedang "in". Nah, kalau sudah begini dan diingatkan lagi
ternyata murid masih saja belum bergeming, baru Pak Fendi diminta untuk
membantunya.
“Selamat pagi pak…,”
sapaku pada Pak Fendi ketika lewat di rumah jalan dekat kelasku.
“Selamat pagi juga mba
Yanti, lo itu di presensi Reno sakit sudah dua hari sakit apa ya? “jawab beliau
menjawab sapaan salamku sekaligus bertanya.
“Nda tahu pak.”
“Besok yang rumahnya berdekatan
dengan Reno untuk menengok ya, gimana kondisinya,”pesan beliau berlalu melewati koridor menuju kelas IXA.
Hari ini jam ke-6,7 kelas IXF adalah pembelajaran Matematika
yang diampu Pak Fendi. Seperti biasa
setelah diskusi pemahaman konsep materi, Pak Fendi melakukan penguatan dengan memberikan soal-soal studi kasus dan murid
diminta berkelompok mendiskusikannya. Sembari
berkeliling memantau jalannya diskusi beliau memperhatikan penampilan tiap murid.
“Nah ini dia…kok
rambutnya belum juga dirapikan ya?”tanya Pak Fendi sambil menunjuk ke rambut
milik Edi yang sudah beberapa kali diingatkan.
“Ya pak mau cukur belum
ada uang,”jawab Edi sambil duduk beringsut agak menjauh.
“Sudah agak lama lo dan
sudah beberapa kali diingatkan. Kalau
tidak ada uang apa nanti sepulang sekolah ketemu pak guru dulu dirapikan,
gimana?”
“Nda usah pak, nda enak
dengan pak guru.”
“Elwin tolong nanti
sepulang sekolah, Edi ditemani ketemu
dengan pak guru untuk dirapikan rambutnya ya?” pinta Pak Fendi pada Elwin.
“Siap pak!” jawab Elwin.
Sepulang sekolah Edi benar-benar ditemani Elwin menemui
Pak Fendi, ternyata tidak berada di ruangannnya, menurut Bu Upik yang kebetulan
hari itu piket, Pak Fendi berada di perpustakaan. Benar juga ada di sana sedang menunggu kedatangan
Edi. Kurang lebih limabelas menit rambut
Edi divermak, sekarang sudah pendek, rapi, modelnya juga bagus.
“Ngaca dulu nih, lebih ganteng
kan sekarang,” puji Pak Fendi sambil menyodorkan cermin yang sudah disiapkan sedari
tadi.
“Oke deh…makasih
bantuannya, saya terus pulang saja ya pak,” jawab Edi sembari bersalaman dan
mencium tangan gurunya untuk berpamitan.
Tidak seperti biasanya, siang hari ini Meta sang ketua
kelas IXA terlihat agak sibuk, mondar-mandir sebentar-sebentar memanggil
beberapa teman untuk membicarakan sesuatu, ada Bobby, Rio, Pras, Nina, Silvi
dan trio manis. Bel masuk sekolah dan
tanda dimulainya pembelajaran yang terakhir, sudah berlalu lebih dari sepuluh
menit, tetapi kelas IXA masih saja belum
dimasuki guru. Sebenarnya jam terakhir
ini jadwal untuk pelajaran dari Pak Fendi, tapi belum ada tanda-tanda
kedatangan beliau. Sejak pagi memang
belum kelihatan, murid-murid berharap siang sudah datang, eh sampai jam
terakhir belum juga terlihat.
“Sil…yuk ke ruang guru
nyari pak Fendi kok belum datang juga ya?” pinta Meta pada Silvi.
“Ayuk…jangan-jangan pak
Fendi kenapa gitu, bisa gagal deh rencana kita” jawab Silvi.
Keduanya bergegas menuju
ruang guru yang letaknya agak jauh ke depan dari kelas IXA dengan melewati
laboratorium IPA dan lapangan upacara.
Sesampainya di ruang guru, Meta dan Silvi hanya bertemu
dengan Bu Prita yang piket hari itu dan menyampaikan tugas untuk murid. Dari keterangan bu Prita hari ini Pak Fendi
tidak bisa masuk kerja karena ada kepentingan.
Meta dan Silvi kaget mendengar berita ini, karena kemarin Pak Fendi berjanji
akan masuk kantor seperti biasa. Dengan
perasaan penasaran campur dongkol akhirnya kedua murid ini kembali ke kelas. Sesampainya di kelas mereka memberikan
pengumuman ke warga sekelasnya dengan lantang,
“Man teman. acara kita
gagal deh, karena hari ini Pak Fendi ijin tidak masuk kantor katanya ada
kepentingan gitu…,” seru Meta sambil ngos-ngosan nafasnya karena tadi dari
kantor guru lari ingin cepat-cepat mengabarkan pada teman-temannya.
“Huuuu….,” suara koor seperti
dikomando.
“Waduh gimana dong
acaranya sudah mateng malah ijin, kadonya udah siap nih mau diapain,”tanya yang
lain.
“Kuenya dimakan rame-rame
deh, kita kan laper,” sambung Tion.
“Setuju….!” Kompak suara
cowok kelas IXA menjawab.
Setelah beberapa saat rapat
singkat akhirnya sepakat, sepulang sekolah ke rumah Pak Fendi perwakilan kelas
cowok tiga ada Pras, Jali, Feri dan ceweknya Meta, Nita, dan Ria. Berikutnya suasana kelas hening karena
masing-masing murid sibuk mengerjakan tugas pelajaran Matematika, meskipun
sesekali satu dua murid masih membahas alasan ijinya Pak Fendi, maklum mereka
kecewa sudah menyiapkan pernik-pernik untuk kejutan ulang tahun malah ambyar.
Suara bel sekolah tanda pembelajaran usai berdering cukup
keras, terdengar sorak sorai murid-murid bersiap untuk pulang, tidak terkecuali
kelas IXA. Setelah menyelesaikan tugas Matematika,
murid-murid IXA pulang kecuali yang akan mengemban tugas khusus. Dengan bersepeda mereka ke rumah Pak Fendi
yang jaraknya dari sekolah kurang lebih 5 km.
Untuk sampai ke sana keenam anak
melewati jalur alternatif yaitu area kebun palawija dengan harapan secepatnya sampai
tujuan. Meskipun area kebun palawija tapi jalannya lumayan ramai, ukurannya
lebar biasa dilewati mobil bak terbuka pengangkut palawija yang barusaja
dipanen. Hanya kondisi jalan sangat
berdebu saat musim kemarau seperti sekarang dan agak becek jika musim
hujan. Sebenarnya ada jalan lain yang
lewat pemukiman penduduk suasanya juga cukup teduh karena kiri kanan ditanami
pepohonan tapi jaraknya lebih jauh, kondisi jalannya beraspal sangat
rusak.
Meskipun bermandi peluh akhirnya keenam murid sampai juga
di rumah Pak Fendi. Rumahnya cukup asri,
halamannya luas dengan dua pohon
rambutan yang rindang, persis di teras rumah ada pot-pot tanaman bunga tertata
rapi, ada Myana, Caladium, Anthurium, mawar, ada juga
jenis anggrek Catleya dan Dendrobium yang tergantung dengan
bunganya yang cantik.
Setelah menyetandar
sepeda, mereka menuju pintu dan mengetuknya sambil mengucapkan salam,
“Assalamualaikum.…,” ucap
Meta. Tidak ada jawaban, suasana rumah
juga sepi,
“Assalamualaikum…..Assalamualaikum
Pak Fendi.” Meta dan Ria mengulang
salamnya sementara ketiga murid cowok mengawasi sekeliling rumah barangkali ada
orang yang bisa dimintai keterangan.
“Kemana sih ya dari tadi
pagi HP nya juga off? Kita sudah
menyusun acara untuk kejutan ultah di sekolah gagal, disamperin di rumah juga
gagal…apes….apes…!” gerutu Nita mulai tidak sabar.
Tiba-tiba Pras muncul
dari arah sebelah barat bersama dengan seorang nenek kira-kira berumur 60an, namanya
Mbok Sayem rumahnya di samping kanan rumah Pak Fendi. Sambil mengunyah tembakau dan pinang untuk
susur, nenek ini menyampaikan tidak tahu Pak Fendi kemana malah dikiranya ke
sekolah ada rapat penting, makanya berangkat lebih gasik.
“Enjing gasik banget mas
tindake, kulo nggeh mboten ngertos mas guru Fendi teng pundi….,”jawaban Mbok
Sayem.
“Nopo teng nggene
morosepahe ngeteraken mbak Palupi mbok kangen kalih ibune ?” Mbok Sayem mulai
berasumsi.
Mbok Sayem menawarkan bantuan jika ada titipan atau pesan untuk disampaikan ke
Pak Fendi. Keenam murid berembug dan memutuskan untuk
menitipkan ke Mbok Sayem, apa yang sudah dibawa dari sekolah, semuanya ada
di dalam dus dibungkus kertas kado berlapis, tidak ada tulisan apapun di
bungkus terluar, kalaupun ada tulisan di bungkus kedua, ..….”Untuk Pak Fendi yang selalu
perhatian, dari kami kelas IXA......” Setelah
pamitan, mereka pulang dengan rasa lelah bercampur kecewa.
Menjelang Isya
terdengar suara motor Pak Fendi memasuki pekarangan rumah. Sepuluh menit berikutnya Mbok Sayem datang
untuk menyampaikan kabar kedatangan murid-murid dengan membawa bingkisan
kado. Pak Fendi menerimanya serta
mengucapkan terimakasih pada Mbok Sayem yang kemudian berlalu pulang. Sesampainya
di dalam rumah dibukanya bingkisan kado yang di dalamnya berisi empat kado dengan
ukuran yang tidak sama. Kado pertama berisi kue ulang tahun, kemudian kado
kedua berisi semir sepatu beserta sikatnya, kado ketiga agak besar berisi tisu dan
yang terakhir berisi…
“Sisir, gunting dan cermin,”
gumam Pak Fendi.
Meskipun Pak Fendi
laki-laki yang tegar, tapi saat ini rapuh hatinya. Satu persatu kado ditatapnya, tiba-tiba dada bergemuruh panas, kedua tangan mengepal seolah siap meninju apa saja yang ada di dekatnya, entah
darimana berasal ribuan jarum meluncur makin dekat…mendekat…kemudian
menusuk-nusuk badan Pak Fendi hingga ke dasar hati.
Sakit sekali… badan yang ceking
cenderung kurus itu terduduk lunglai. Lelah sekali, lebih lelah perasaannya. Pagi tadi sepulang sholat subuh berjamaah di
mushola kampungnya, Palupi pergi dari rumah. Dari sepulang
sholat subuh hingga menjelang Isya dirinya terus mencari Palupi istrinya tapi
tidak ketemu, sementara nomer HP nya tidak dapat dihubungi. Tempat pertama yang dituju adalah rumah
orangtua Palupi, disana bukannya bertemu dengan yang dicari, malah dituduh
sebagai laki-laki tidak bertanggung jawab, tidak becus mengatur istri. Semua saudara dan teman-temannya sudah ia
hubungi tapi hasilnya tidak ada yang tahu.
Palupi
menikah dengan Pak Fendi atas kemauan orangtua kedua belah pihak yang lama
bersahabat dekat. Akhir-akhir ini rumah
tangga Pak Fendi agak goyah, hampir delapan tahun belum diberikan buah hati yang
dapat menjadi penghibur dan tumpuan masa depan berdua. Terlebih sejak kemunculan mantan kekasih
Palupi sebelum menikah dengan dirinya, yang sudah pulang dari Malaysia karena
sempat patah hati ditinggal menikah yang hingga saat ini masih membujang. Komunikasi diantara mereka berdua
terjalin, tunas-tunas menghias yang sempat terhempas bersemi dan pucuk-pucuk kenangan terajut kembali dalam kenyataan. Dua minggu yang lalu Palupi terang-terangan menceritakan semua
dan minta agar Pak Fendi menceraikan dirinya.
Kembali
ditatapnya kado ulang tahun dari anak-anak, ternyata sangat mendalam
artinya, Sisir, gunting dan cermin seolah terkandung makna agar dirinya merapikan rambut kemudian bercermin karena
seharian mencari sang istri tanpa sempat membersihkan diri.
Sikat dan semir sepatu jelas menyiratkan pesan, agar membersihkan
sepatu yang kusam berdebu karena biasanya bersih dan mengkilap. Kado tisu siap
untuk membersihkan peluh dan airmata kesedihan yang kini dialaminya.
Dan kue ulang tahun itu akan diberikan saja ke Mbok Sayem karena dirinya
tidak ada selera sama sekali. Ahh….apa yang
sedang dialami Pak Fendi anak-anak merasakannya juga, begitu dekat ikatan batin
diantara mereka. Dan kado ultah dari Palupi didapatinya tadi pagi di atas meja ruang tamu ,hanya secarik kertas dengan selarik kalimat, “Aku mencari kebahagiaan yang
hilang, Mas Fendi sudah paham yang kumaksudkan”….Istrinya meninggalkan dirinya dan memilih bersama
laki-laki masa lalunya yang pagi tadi menjemputnya dengan menyamar sebagai driver ojol!
Kebumen, awal Agustus 2023
Munkhayati
Lahir dan bertempat tinggal di Kebumen, 31 Juli yang lalu. Seorang guru Bimbingan Konseling di SMPN 1 Ambal Kebumen Jawa Tengah. Senang membaca dan menulis apa saja. Semoga apa yang saya tulis bermanfaat dan tentunya karya saya bisa lebih baik lagi. Aamiin…Alamat WA: 081804743540, email : setropetanahan@gmail.com
Komentar
Posting Komentar